JAKARTA – Thailand, pengekspor beras terbesar kedua di dunia, mendorong para petaninya untuk menanam lebih sedikit dalam upaya untuk menghemat air.
Langkah tersebut dikhawatirkan dapat mengguncang pasar beras global lebih lanjut menyusul larangan ekspor beras putih non-basmati oleh India, yang bertujuan untuk memastikan ketersediaan yang memadai di pasar domestik serta menekan kenaikan harga.
Saat ini, Thailand tengah menghadapi serentetan curah hujan yang rendah.
Dalam upaya menghemat air untuk konsumsi, Kantor Sumber Daya Air Nasional (ONWR) negara itu telah mengimbau para petani untuk beralih ke penanaman yang menggunakan lebih sedikit air agar dapat dipanen dengan cepat.
“Curah hujan kumulatif sekitar 40 persen lebih rendah dari biasanya, yang berisiko tinggi pada kekurangan air,” kata sekretaris jenderal ONWR, Surasri Kidtimonton, dikutip dari CNBC International, Kamis (3/8/2023).
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Administrasi Air Nasional Thailand, Kidtimonton mengatakan bahwa pengelolaan air negara itu perlu berfokus untuk konsumsi dan budidaya, “terutama untuk tanaman tahunan.”
Sebagai informasi, tanaman tahunan adalah tanaman yang tumbuh kembali setelah panen dan tidak perlu ditanam kembali setiap tahun, tidak seperti tanaman musiman. Padi dikategorikan sebagai tanaman tahunan.
Untuk setiap kilogram padi gabah yang ditanam, dibutuhkan rata-rata 2.500 liter air. Sebagai perbandingan, tanaman alternatif seperti jawawut membutuhkan antara 650 hingga 1.200 liter air untuk jumlah panen yang sama.
India merupakan pengekspor beras terbesar di dunia dan menyumbang 40 persen dari perdagangan beras global, dan larangan ekspor terbarunya diperkirakan akan mempengaruhi jutaan orang.
“Harga beras global akan berpotensi meningkat lebih lanjut jika produksi beras di Thailand turun secara signifikan dari tahun ke tahun,” ungkap analis senior Rabobank, Oscar Tjakra.
Namun, masih harus dilihat apakah petani di Thailand akan mengikuti arahan tersebut, katanya.
“Petani Thailand mungkin masih memilih untuk menanam padi di tengah tingginya harga ekspor beras global saat ini,” katanya.
Ditambah lagi, harga beras secara global sudah berada di level tertinggi satu dekade, sebagian karena pasokan yang lebih ketat ketika bahan pokok menjadi alternatif yang menarik karena harga biji-bijian utama lainnya melonjak setelah perang Rusia Ukraina.
“Thailand sering mendorong konservasi air, tetapi itu tidak banyak berpengaruh pada penggunaan air karena sistem hak air belum dikembangkan,” kata Jeremy Zwinger, CEO The Rice Trader kepada CNBC melalui sebuah pesan email. (sumber: Liputan 6.com)