JAKARTA — Pemerintah sangat serius melakukan pencegahan dan penurunan prevalensi bayi stunting (gagal tumbuh). Sebagai bukti kesungguhan upaya pencegahan dan penurunan stunting ini, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Untuk itu Ketum Korpri Nasional Prof. Zudan Arif Fakrulloh meminta seluruh ASN anggota Korpri yang berjumlah 4,4 juta personil kompak ikut dalam upaya mencapai target prevalensi stunting menjadi 14 persen tahun 2024.
“Ini merupakan tangung jawab bersama dan butuh kerja sama antar-instansi. Target tersebut menjadi ringan dan mampu dicapai jika dipikul bersama-sama para ASN,” kata Prof. Zudan saat memberikan arahan dalam Webinar #37 Korpri Menyapa ASN bertema ASN Ayo Ikut Cegah Stunting, Selasa (7/11/2023).
Menurut moderator webinar, Leisyawati Ali dari Korpri Provinsi Gorontalo, terdapat 485 peserta webinar lewat Zoom meeting dan 1.269.000 viewer Youtube Channel DPKN.
Di sesi paparan narasumber, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maria Endang Sumiwi menjelaskan, ada sejumlah kondisi yang menyebabkan kondisi stunting pada anak.
Menurutnya, gangguan pertumbuhan dimulai dengan terjadinya weight faltering atau berat badan tidak naik sesuai standar. “Anak-anak yang weight faltering apabila dibiarkan, maka bisa menjadi underweight (berat badan kurang) dan berlanjut menjadi wasting (penurunan berat badan). Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan maka akan menjadi stunting,” jelas Endang yang membawakan makalah “Strategi Percepatan Penurunan Stunting Bidang Kesehatan”.
Sehingga menurutnya apabila ingin menurunkan angka stunting ada empat yang harus diperhatikan. “Kalau mau menurunkan stunting maka harus menurunkan masalah gizi sebelumnya yaitu weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Kalau kasus keempat masalah gizi tersebut tidak turun, maka stunting akan susah turunnya,” tegas Endang.
Dirjen Endang lebih lanjut menjelaskan, pencegahan stunting yang lebih tepat harus dimulai dari hulu, yaitu sejak masa kehamilan sampai anak umur 2 tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan.
Pada periode setelah lahir yang harus diutamakan adalah pemantauan pertumbuhan yang dilakukan setiap bulan secara rutin. “Dengan demikian dapat diketahui sejak dini apabila anak mengalami gangguan pertumbuhan,” tutur Endang.
Endang menyebutkan sejumlah peran yang bisa dilakukan ASN untuk pencegahan stunting. “Pastikan bila ada sasaran keluarga sendiri atau di lingkungan sekitar agar ibu hamil memeriksakan kehamilannya minimal 6 kali dan minum 1 tablet tambah darah (TTD) setiap hari selama kehamilan,” kata Endang.
Senada dengan imbauan Ketum Korpri Zudan Arif Fakrulloh, Dirjen Endang juga mendorong para ASN ikut memperhatikan balita di lingkungannya agar terus dipantau pertumbuhannya di Posyandu.
“Untuk rekan kerja dan keluarga agar diminta memberikan ASI eksklusif pada bayi usia kurang enam bulan. Untuk bayi di bawah dua tahun agar dipastikan mendapatkan makanan pengganti ASI bergizi seimbang dan kaya protein hewani.”
Pastikan pula, balita mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Untuk remaja putri agar mendapat TTD untuk diminum 1 tablet setiap minggu sepanjang tahun. “Kegiatan ini bisa dilakukan bersama di sekolah atau dibawa ke rumah saat libur sekolah.”
Sementara itu, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, Irma Ardiana mengungkapkan strategi percepatan penurunan stunting melalui pendekatan multi pihak. Yakni keterpaduan penanganan antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah hingga pemerintah desa; partisipasi aktif swasta dengan pendekatan CSR kepada kelompok sasaran; partisipasi perguruan tinggi melalui tridarma; partisipasi masyarakat sipil LSM, NGO, perseorangan dan mitra pembangunan; serta partisipasi media dalam percepatan penurunan stunting. (adv)