Mayoritas Anggota DPRD Sulbar Tolak Rancangan Penataan Dapil Diubah

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Barat melakukan uji publik terhadap rancangan penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi DPRD pada Pemilu 2014.  Dalam uji publik, sejumlah partai politik lebih banyak menunjukkan sikap tidak setuju terhadap perubahan dapil.

Seperti yang diungkapkan salah satu anggota DPRD Sulawesi Barat dari Partai Demukrat, Syamsul Samad dari dapil Polman B, menurutnya sikap Partai Demokrat untuk rancangan daerah pemilihan tetap mengacu pada aturan yang sebelumnya pada pemilihan tahun 2019.

“Alasannya adalah, hingga saat ini tidak ada juga gelombang penolakan usulan dari masyarakat, kemudian secara subtansi semua sudah terwakili dan menurut kami dari tujuh unsur prinsif yang disampaikan KPU Sulbar dalam rangka menyusun rancangan penataan dapil yang paling tepat adalah kembali Dapil lama,” ungkapnya.

Menyinggung soal perbedaan kondisi jumlah penduduk antara kabupaten Majene yang lebih tinggi jika dibanding dengan kabupaten Mamasa jika penataan dapail masih memberakukan aturan lama, menurut Syamsul ia hanya setuju persepektif yang lama yaitu untuk dapil kabupaten Polman.

“Yang kami maksud adalah dapil Polman yang kuotanya 15 kursi, karena Dapil Polman terbagi dua, contoh dapil A 8 dan dapil B 7, kalau nantinya  menjadi 9 dapil A dan 6 dapil B itu akan menyalahi prinsif, artinya terlalu jauh perbedaan, kalau soal dapil Majene dan Mamasa itu memang beda, kita rasional karena jumlah penduduk lebih tinggi Majene dari Mamasa,” ujarnya.

Menanggapi pernyataan Syamsul Samad, Ketua KPU Sulawesi Barat, Rustang, mengungkapkan, uji publik tersebut pada dasarnya untuk menampung saran dan masukan terkait rancangan yang akan diusulkan. Kegiatan itu juga menjadi bagian dari tahapan dalam hal pemetaan dan penetapan dapil di wilayah tersebut.

“Dalam uji publik kita mendengarkan aspirasi dari berbagai unsur masyarakat baik dari Bawaslu, akademisi, pengamat, partai politik, tokoh masyarakat dan insan pers. Artinya KPU Sulbar membutuhkan saran dan masukan berbagi lapisan masyarakat,” ungkapnya, Rabu (17/Januari/2023) usai uji publik di Wanua Buttu Cipping Tinambung.

Rustang menjelaskan, masukan sejumlah elemen akan dicatat kemudian menjadi pertimbangan dan dirangkum untuk kemudian didorong sebagai usulan terhadap penataan dapil di Sulawesi Barat. Dikatakannya KPU Sulbar merancang uji publik sebanyak tiga kali.

“Pertama di Polewali Mandar, kedua di Mamuju Tengah dan terakhir di Mamuju, jadi respon yang disampaikan masyarakat kami akan tetap perhatikan, karena saya melihat secara umum rata-rata menginginkan rancangan yang lama untuk dipertahankan dengan tetap mengacu pada desain sesuai PKPU yang di kabupaten,” sebutnya.

Rustang juga mengatakan, terkait adanya aturan dapil yang sudah dibatalkan MK, menurut Rustang dengan terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi sehingga KPU Sulawesi Barat melaksanakan uji publik untuk melaksanakan amar putusan MK, selanjutnya diperintah KPU RI untuk dilaksanakan di KPU Sulbar.

“Justru karena ada pembatalan dari MK maka kami melaksanakan uji publik, karena bahaya juga kami menggunakan dapil yang sudah dibatalkan, sesuai dilampiran 3 tentang DPR RI dan lampiran 4 tentang alokasi kursi DPRD Provinsi itu tercantum dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum,” ujarnya.

Rustang  menambahkan, uji publik juga diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2022 tentang penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota DPRD kabupaten/ kota dalam pemilu 2024.

“Jadi soal Majene itu rancangan perubahannya bukan dapil, tetapi alokasi kursi anggota DPRD harus dilihat dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk Majene sebanyak 181.03, artinya alokasi kursi bisa saja menjadi 6, soal jumlah kursi DPRD Sulbar tetap 45 di parlemen,”pungkasnya. (ADV)

Tinggalkan Balasan